Kamis, 03 Oktober 2019

Aldila_Task Lecture 2

Task 2 - Gemari Pratama Angkatan 2





Bismillahirrohmanirrohim...

Masuk minggu kedua dan rasa-rasanya materi tambah nampol aja nih, ndak usah keburu gemes eksekusi kalau ilmu basicnya belum dapet dan belum paham. Segala sesuatu tanpa ilmu kan nonsense ya, hasilnya gak akan maksimal. Di minggu ini, kelas Gemari Pratama belajar tentang pilar – pilar Gemar Rapi. What is Pilar ? Menurut Kamus Besar Bahasan Indonesia pilar adalah tiang penguat (dari batu,beton dan sebagainya) ; dasar (yang pokok) . 
Jadi Pilar Gemar Rapi itu sendiri merupakan penyangga/penunjang agar dapat merealisasikan metode ini secara menyeluruh. Ada 8 pilar dalam Gemar Rapi, namun lecture kedua ini kita baru mempelajari 4, dan 4 sisanya minggu depan ya (sabar, belajar pelan-pelan).
.



Penjelasannya gimana nih ? Eitt, mohon maaf ikut kelas Gemari aja biar tau lebih detail. Hahaha...Atau kepoin IG nya @gemarrapi biar dapet info-info terbaru.
.
Seperti biasa, agenda pillow talk bersama suami sebelum tidur membahas berbagai macam kejadian di hari itu. Termasuk tumbuh kembang Echa dan juga pelajaran-pelajaran yang saya dapat di kelas online. Sekalian deh jadi ajang wawancara pak suami untuk task 2 gemar rapi ini, setelah minggu kemarin tak ajak diskusi terkait clutter dirumah minggu ini waktunya saya pidato dulu apa aja pilar gemar rapi . Pas saya cerita kalau bebenah itu mesti dilakukan sama yang punya barang, pak suami setuju banget. Ya iyalah setuju, orang saya aja dilarang beresin perkakasnya doi, katanya nanti tak beresin sendiri. Karena ya emang yang tau barang itu masih perlu/masih dipakai/masih berfungsi orang yang punya barang, bukan kayak eke yang ngeliat tok asal mengambil kesimpulan sendiri. Pak suami juga pesan kalo saya jangan anget-angetan, mesti tetap istiqomah belajar dan ngingetin beliau. Karena demi mencapai goal keluarga kita di tahun depan untuk minimalist lifestyle, saya ini khususnya harus banyak membuat planning dan program.
Keesokannya ganti nanya ke Echa, toodler Bunda ini udah lancar banget diajak ngobrol makanya saya sering nanyain pendapat dia dalam berbagai bahasan. Kira-kira gini percakapan saya dengan Echa,
B : Echa, mainan yang diatas rak diberesin Bunda ya ? Dimasukin ke box dikamar
E : Jangaaaaaann
B : La kenapa ? Kan biar rapi loh
E : Itu punya Echaaa
B : Trus kalo punya Echa yang beresin siapa ?
E : Echaaa
B : Oke, jadi nanti diberesin ya..dibantuin bunda
Ketangkep kan point nya, jadi karena mainan itu barangnya Echa berarti yang beresin juga Echa. Sama kayak pilar pertama Gemar Rapi, beberes dilakukan pemilik barang. Prinsip ini sama dengan workshop montessori yang pernah saya ikuti, kalau apapun mainan/apparatus yang akan kita ganti/ bereskan harus seijin anak. Karena jangan sampai anak merasa tidak dilibatkan dalam menentukan pilihan, hal ini akan mencederai hati anak apalagi pilihan yang menyangkut diri mereka.
.
Suami dan saya sudah punya semacam peraturan tidak tertulis, kalau weekend itu untuk keluarga khususnya Minggu (Sabtu suami masih masuk kerja). Jadi dalam sebulan, Minggu-minggu ini pasti sudah ada planningnya masing-masing, entah jadwal family outing, pulang kampung atau bersih-bersih rumah plus farming. Nah, waktu beberes inilah yang biasanya dimanfaatkan jadi bersih-bersih besar serumah, memilah barang yang masih dipakai atau sudah tidak terpakai, dan menyumbangkan barang yang masih layak pakai. Semisal, kedepannya suami sedang sibuk atau tidak minat berbenah saya mesti ngapain ???
Sejujurnya belum pernah seperti ini, karena family program di keluarga kami ya harus dilakukan bersama-sama. Kalau memang belum bisa minggu pagi, jadwalnya biasanya bergeser ke minggu siang atau sore. Tapi kalo misal nih, misalnya jadwal yang disepakati ternyata tidak bisa dilaksanakan oleh semua anggota keluarga, ya berarti saya yang harus berkorban lebih dengan :
-            Membuat skala prioritas berbenah
Kalau berbenah sendiri dan orang serumah kan jelas beda ya, kalo orang banyak bisa cepet meskipun mau beresin serumah. Nah, kalau sendiri atau sama Echa(siapin stock sabar) berarti perlu bikin skala prioritas, mana yang kira-kira paling clutter dan duluan harus diberesin. Misalnya kayaknya lemari kamar belakang (yang gede itu) yang paling clutter berarti saya fokus beresin baju-baju dulu aja. Ndak perlu idealis harus serumah-rumah diberesin smua pada hari itu, takutnya nanti kita capek badan capek hati malah bikin emosi. Pelan-pelan yang penting ada progres.
-            Mengelompokkan barang yang teridentifikasi clutter ke masing-masing pemilik barang
Saya ambil contoh lemari kamar belakang aja ya, dari baju sekian banyak kan pasti kita tau mana yang sering dipakai mana yang jarang dipakai bahkan belum pernah dipakai sehingga menjadi clutter. Baju-baju ini kita kelompokkan ke masing-masing pemilik barang, baju saya dan baju suami.
-            Mengklarifikasi ke pemilik barang
Setelah dipilah, untuk baju saya akan saya putuskan sendiri. Nah baju suami mesti saya klarifikasi dulu ke orangnya, beneran ini masih dipakai atau enggak. Kalau pemiliknya sudah konfirm, baru kita bisa mengambil sikap. Tidak boleh seenaknya membuang barang yang bukan milik kita.
-            Membersihkan dan menata kembali
Yang terakhir, setelah didapatkan hasilnya baru kita bersihkan dan ditata lagi sesuai tempatnya. Kalau ada baju yang jadi clutter bisa disikapi tindakan selanjutnya, entah dikasihkan orang lain atau di-reuse untuk jadi lap dapur atau bahkan keset.
.
Next pilar kedua adalah penguatan mindset sebagai pondasi awal, untuk pertanyaan nomor 2 ini sengaja memang saya gak bertanya ke Echa, karena agak repot nanti jelasin 4 pilar pake bahasa anak-anak. Jawaban ini pure murni diskusi antara saya dan suami. Ada beberapa point yang perlu saya highlight terkait korelasi mindset baru dengan mindset lama di keluarga kami :
          Mindset baru : declutter dilakukan oleh pemilik barang
Mindset lama : declutter dilakukan bersama-sama atas seijin pemilik barang
Hampir mirip sih ya mindsetnya, karena program berbenah di keluarga kami yang saya ceritakan tadi. Berbenah selalu dilakukan bersama-sama, kalaupun mau men-declutter barang harus seijin yang punya. Karena kami menghargai otoritas masing-masing orang akan kepemilikan barang masing-masing.
          Mindset baru : penguatan mindset sebagai pondasi awal
Mindset lama : kebiasaan hanya dilakukan tanpa adanya mindset yang kuat
Ibaratnya mindset adalah sebagai pondasi, sedangkan habit/kebiasaan adalah tiang penyangganya. Sehingga apabila habit yang dilakukan setiap hari tanpa didasari mindset yang kuat, seperti yang selama ini saya lakukan dan berakibat lelah jiwa raga. Gimana gak lelah, habit saya suka bersih dan rapih, meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Namun, mindsetnya masih membeli barang sesuai dengan keinginan bukan karena kebutuhan. Ini sama saya dengan menumpuk clutter dan tidak akan tuntas beberesnya.
          Mindset baru : perubahan kebiasaan sebagai tujuan
Mindset lama : rumah bersih dan terlihat rapi sebagai tujuan
Yah selama ini tujuan saya berbenah memang hanya sebatas agar rumah selalu terlihat rapih dan bersih agar keluarga nyaman tinggal didalamnya. Padahal jauh dari itu, tujuan yang sebenarnya dari gemar rapi ini adalah adanya perubahan mindset, gaya hidup dan kebiasan yang lebih baik.
          Mindset baru : Pengurangan barang (declutter)
Mindset lama : Menata barang, sehingga clutter tidak hilang hanya bertumpuk
Ini nih yang jadi penyakit kebanyakan orang, berbenah hanya sekedar merapikan barang (atau bahkan menumpuk). Sayapun begitu, sudah kebiasaan dari kecil tidak suka ada barang yang berserakan atau tidak enak dipandang mata sehingga semua barang harus ada rumahnya. Namun, seperti yang saya jelaskan di task 1 kalau ternyata saya hanya menyimpan banyak clutter. Padahal sesungguhnya gemar rapi itu mengurangi barang yang manfaatnya sudah tidak maksimal atau bahkan tidak ada. Sehingga kita hidup dalam kecukupan dan penuh syukur.


.
Pilar ketiga adalah tentang perubahan kebiasaan sebagai tujuan, insya Allah setelah mendapat ilmu dari gemar rapi akan ada beberapa perubahan kebiasaan di keluarga kami yaitu :
          Membeli barang berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan apalagi hanya karena godaan promo
Selama ini saya sering lapar mata (maafkan), terutama kalau lagi buka IG ngeliat olshop jual baju bagus bagus. Beli dengan alasan buat kerja hari jumat, karena hari jumat kalau kerja bajunya bebas sedangkan di lemari isinya gamis (kerja gak boleh pake rok). Semoga bisa memperbaiki mindset agar berpikir 1000 kali sebelum memutuskan membeli barang. Dan juga sudah uninstal beberapa e-commerce biar gak tergoda diskon promo atau diskon ongkir, hahaha...
          Mengembalikan barang ke tempatnya segera setelah digunakan
Kalau saya sih insyallah sudah disiplin ya ini, Echa juga sudah saya disiplinkan dengan kebiasaan ambil 1 balikin 1. Ini berlaku untuk mainan yang didisplay maupun buku, jadi misal dia ingin baca buku lain harus balikin dulu buku yang sebelumnya dibaca.
Tapi beda sama bapaknya, yang suka sembarangan naruh-naruh barang. Baju habis dipakai digantung belakang pintu, ditaruh diatas kasur kamar belakang. Kopi habis diminum gelasnya ndak ditaruh cucian priring dan lain-lain. Mesti sounding pelan-pelan dan pake bahasa cinta sih kalo sama bapaknya ;p        
          Tidak menunda-nunda mengerjakan pekerjaan rumah
Semakin kita menunda pekerjaan, semakin banyak pekerjaan yang akan menumpuk, begitulah kira-kira. Udah sering kejadian sih kayak naruh piring kotor di sink berujung cucian banyak jadi makan waktu, setrikaan yang gak dimasukin lemari bikin kesusahan pas nyari baju dan abis belanja gak ndang dimasukkin kotak-kotak sehingga sayuran jadi layu. Jadi mulai sekarang harus semangat untuk segera berangkat melakukan pekerjaan rumah yang ada, no tunda-tunda no males-malesan.
       Memaksimalkan penggunaan barang, membuat alarm terhadap barang yang lama tidak digunakan
Ini nih yang sering kejadian di suami, bilang masih dipake-dipake tapi kenyataannya ya teronggok aja di gudang atau pojokan. Mulai sekarang harus dibikin alarm umur pakai, misal baju yang udah 3bulan gak dipakai berarti perlu dideclutter, atau magicom lama yang udah ndak dipake bisa dikasihkan ke orang lain atau preloved (karena kondisinya masih bagus). Intinya jangan biarkan barang lama-lama tidak bermanfaat.
          Membuat identifikasi barang yang ada digudang
Gudang atas yang isinya apa aja bahkan saya ndak tau, seringkali jadi penyebab kami lebih boros. Pernah nih pas mau agustusan, waktunya masang lampu kelap kelip kan..eh pas nyari digudang atas gak nemu bapaknya karena lupa ditaruh mana. Pas kapan hari nyari pompa air lama, malah ketemu itu lampunya. Jadi kami harus menata ulang gudang, mendeclutter barang yang sudah tidak bermanfaat dan menyimpan dengan identifikasi barang yang masih akan digunakan kembali. Kayak pompa asi, baju bayi, botol-botol asi karena masih kepingin punya anak lagi sebaiknya disimpan dalam 1 kardus dan ditulisi isinya, selain itu juga saya harus punya buku khusus untuk mencatat barang yang ada di gudang.
.
Pengurangan barang dengan indikator lagoom, lagoom sendiri berasal dari bahasa Swedia yang artinya tidak terlalu sedikit dan tidak pula terlalu banyak. Sehingga : cukup, pas, tepat.  Kondisi lagoom untuk setiap orang itu tidaklah sama, karena mindset dan kepuasan setiap orang berbeda-beda sesuai versinya masing-masing. Menurut saya lagoom ini sangat dalam, bahkan bisa sampai mempengaruhi gaya hidup sehingga kita bisa membedakan antara mana kebutuhan dan mana keinginan. Dan lagoom sendiri merupakan suatu kecukupan, berarti kita tidak kekurangan maupun berlebihan sehingga bisa senantiasa bersyukur akan nikmat yang kita miliki karena kita tidak membandingkan hidup kita dengan melihat indikator hidup oranglain namun lebih melihat kedalam hidup kita sendiri sesuai dengan mindset dan hati kita (yang bisa mengukurnya). Misalnya, dirumah oranglain memiliki 1 gunting itu cukup untuk segala keperluan, tidak dirumah saya karena gunting memiliki fungsi masing-masing untuk menggunting kertas, gunting dapur, gunting rumput jadi cukupnya 3. Beda lagi misal dirumah ada 3 panci, yaitu untuk mengukus, untuk masak harian kecil dan untuk masak yang agak banyak (mealprep mingguan) ini cukup menurut saya. Dirumah oranglain cukupnya 1 aja untuk segala keperluan. Karena indikator kecukupan setiap orang itu berbeda.

Indikator yang bisa kita gunakan dalam declutter dengan prinsip lagoom itu sendiri  simple dan sederhana baik dalam memiliki sesuatu maupun bertindak. Jadi pemilik barang menilai dengan jujur kepada diri sendiri mengapa memilih barang itu, apakah barang yang dimiliki masih memiliki fungsi maksimal atau tidak berfungsi dan bermanfaat. Ataukah barang-barang itu masih disukai, dan membuat nyaman sehingga masih dipergunakan. Kesemuanya ini akan menjadikan habbit dalam kita declutter, sehingga declutter akan terasa mudah dan menyenangkan.
.
Fiuhhh...akhirnya selesai task 2 yang lumayan panjang ini, agak-agak bikin pusing kelamaan ngetik didepan komputer karena saya ngerjain sambil disambi kerja. Intinya setelah Lecture 2 ini jadi semakin membuka pikiran, growth mindset saya bahwa gemar rapi tidak sesulit yang dibayangkan.
.
.
.
cue_dil
03102019
Selesai tepat sebelum magrib, alhamdulillah

#Task2GP
#gemaripratama2
#angkatan2
#GP2kelas2
#menatadirimenatanegeri
#gemariclass
#metodegemarrapi
#berbenahalaIndonesia
#indonesiarapi
#serapiitu
#segemariitu


Sumber Bacaan :
_Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Balai Pustaka, jakarta, 2008_
_Materi Pilar-Pilar Gemar Rapi (Bagian 1), Gemar Rapi, 2019_
_Materi Suplemen Lagom, Gemar Rapi, 2019_


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahap Kupu-Kupu : Jurnal Ketujuh

Tahap Kupu-Kupu : Jurnal Pekan Ketujuh Surat Untuk Mentor Surat Untuk Mente 1 ...