Membangun Peradaban Dari Dalam Rumah
“RUMAH adalah
taman dan gerbang peradaban yang mengantarkan anggota keluarganya menuju peran
peradabannya” begitulah kalimat pertama materi minggu ketiga kali ini. Judul
minggu ini sangat menyentuh dan bermakna buat saya. Bagaimana tidak, dari kecil
rumah merupakan tempat yang sangat berpengaruh besar dalam kehidupan saya.
Orangtua saya mendidik saya dengan betul-betul baik dirumah, sehingga keluar
yaitu sekolah dan lingkungan saya menjadi orang yang siap, orang yang baik dan
memang bermanfaat untuk sekitar.
.
Dengan latar
belakang tersebut, saya ingin keluarga saya sekarang, rumah saya menjadi tempat
paling menyenangkan dan dirindukan untuk anak dan suami saya. Saya ingin
anak-anak saya dididik dengan baik dirumah, sehingga mereka keluar rumah siap
dan diterima dengan baik oleh masyarakat sebagaimana dulu saya dididik. Namun,
tentunya hal ini bukan perkara mudah. Mendidik anak di zaman sekarang sangat
jauh berbeda dengan zaman dahulu dimana arus informasi belum sebebas sekarang.
Sehingga untuk mendidik anak di zaman sekarang butuh ilmu yang cukup, orangtua
harus selalu belajar.
.
Dan saya baru tau
kalo setiap keluarga mempunyai misi spesifik itu di Materi minggu ketiga,
duhh...kemana saja donk saya ini. Alhamdulilah, NHW kali ini juga bikin saya
mikir keluarga saya mau dibawa kemana. Hidup gak lempeng-lempeng aja ngikuti
alur, semua dijalani baru dipikir...hahaha (ini sih suami saya banget, jangan
mengkhawatirkan apa yg belum terjadi katanya).
.
Pertama saya
bikin surat cinta donk buat suami, seumur-umur baru kali ini saya bikin surat
cinta. Dasarnya juga bukan orang romantis, cenderung blak-blakan bahkan.
Ngasihnya surat cinta pas tanggal 14 Februari, padahal bukan karena Valentine
karena emang NHW nya baru dibahas semalem. Sepulang kerja saya kasih surat cinta
plus sepotong coklat (eh, bengbeng denk) kepada suami.
“opo iki?” kata
Ayah Echa
“Wes, diwoco
disek ae. Mari ngene yoshinoya yo yah” kataku sambil tertawa
Gimana reaksi Pak
Suami ? tunggu dulu, ini tak kasih bocoran surat cintanya
Setelah membaca
surat cinta diatas, bapake bilang kata ajaib “Terima Kasih” dan mencium kami
berdua (aku dan Echa). Berasa meleleh gitu sih, dan agak gak nyangka kalau
ternyata respon suami sangat-sangat sweet. Saya kira dia bakal acuh dan ditaruh
gitu aja suratnya, oh ternyata suamiku bisa manis juga :D Ditambah habis magrib
kami diajak jalan-jalan ke emoll, lumayanlah refreshing di hari kerja nyenengin
anak main ke playground aja.
.
Okey,
next...lupakan dulu surat cinta yang ndak menye-menye ini. Kita lanjutkan untuk
membuat misi keluarga. Saya menikah dengan suami sudah menginjak 3 tahun, kami
mempunyai seorang putri berusia 2 tahun 1 bulan bernama Alesha Shifa Azzahra
atau biasa kami panggil Echa. Di usianya sekarang kemampuan komunikasi Echa
sudah sangat berkembang pesat, dia sudah bisa berbicara dengan lancar dan
nyambung kalo kami tanyai. Sebenarnya sampai sekarang kami belum bisa
menentukan potensi apa yang tersimpan pada dirinya, namun berikut kami petakan
dari pengamatan kami sehari-hari :
Sudah banyak profesi dan kegiatan yang saya kenalkan kepada
Echa, misal koki, mas-mas indomaret, dokter, guru, karyawan, atau
kegiatan-kegiatan macam bikin kue, masak, craft semisal meronce, menggambar,
mewarnai, menempel dll. Tapi dari segala kegiatan yang kami kenalkan, 7 diatas
yang menurut kami sangat menarik perhatiannya dan paling sering dilakukan.
Kenapa no 1 bisa berenang? Ya karena Echa ini anak air kayaknya, nurun plek
dari ayahnya yang suka ngabisin air dirumah (mandi maksudnya). Kami sempatkan
hampir tiap minggu/2mnggu sekali mengajaknya berenang, selalu dia happy, bahkan
berkali-kali nyemplung minum air pun dia tetep happy. Pun kalau kami berenang
ke kota seberang, entah Malang atau Nganjuk yang airnya dingin. Dia kedinginan
gemetaran tetep aja gak mau berhenti. Alhamdulilah, semoga kamu pintar berenang
nak, jangan kayak emakmu ini yang gak bisa berenang blas.
.
Nah, kalau baca buku ini dia hobby banget. Mungkin karena sejak bayi sudah
saya kenalkan dengan buku, jadi sekarang dia suka narik tangan saya buat
dibacain buku yang sudah dia ambil di rak. Bahkan, seringkali juga saya liat
dia membaca buku dengan bahasanya sendiri, sungguh saya bahagia. Karena sampai
kapanpun, kebiasaan membaca ini akan berpengaruh baik untuk dirinya.
Photo. pojok baca dikamar Echa (beberapa bulan yang lalu)
.
Melihat diri saya sendiri ? Jujur, ini sulit untuk saya jawab. Bukan karena
saya tidak mengenal diri saya, tapi terlalu banyak hal yang saya sukai, lakukan
dan sampai susah untuk menentukan passion kekuatan pada diri saya. Kesukaan
saya dari kecil itu membaca, ingat betul saya tiap pulang sekolah SD terus
nyusul ibu saya mengajar di sekolahnya, saya nongkrongnya di perpustakaan.
Kira-kira hampir semua buku cerita disana sudah saya baca, dari mulai cerita
rakyat, novel bahkan beberapa buku SMP yang ada bacaannya. Sampai orangtua saya
shock ketika mendapati saya minus 2 pada kelas 4 SD karena terlalu senangnya
membaca bahkan di malam hari dengan lampu yang sepertinya kurang terang.
Kebiasaan itu berlanjut sampai sekarang, dan saya tularkan kepada anak saya.
Kalau suami sih susah kayaknya disuruh baca, tak sodorin buku yang banyak
tulisan sampe banyak gambarnya ditaruh aja, mentok-meentoknya saya sodorin buku
resep suruh milih besok mau dimasakin yang mana. Hehehe...
.
Beberapa tahun ini saya menyadari potensi pada diri saya pada bidang
interior desain (ini cita-cita lama, dulu pingin kuliah arsitek) dan kemampuan
manajerial. Kalo yang kedua ini lebih karena saya sering ikut training-training
manajerial di kantor, sehingga saya benar-benar gunakan ilmunya dan saya
maksimalkan di kantor serta dirumah. Interior desain atau homedecor berawal
dari jaman kuliah, saat saya mulai tinggal sendiri disitulah keinginan untuk
mendesain kamar kost sesuai selera saya. Sampai menikah dan punya rumah juga
saya ambil tema untuk rumah saya, baru semua barang dan hiasan saya beli
berdasarkan tema rumah. Oh ya, saya juga punya pemikiran berbeda tentang anggapan
banyak orang yang punya anak kecil rumah gak bisa rapi. Di rumah saya semua ada
tempatnya, termasuk pojok bermain dan pojok membaca, Echa selalu saya ajarkan
untuk ambil 1 balikin 1. Jika dia ingin mengambil mainan lain, maka mainan yang
sedang dia mainkan harus dikembalikan. Karena saya percaya, anak usia mulai 18
bulan adalah dalam periode sensitivitas keteraturan, sehingga kita orang tualah
yang harus mengarahkan ke hal-hal yang baik.
Photo. Pojok belajar Echa di ruang tamu
.
Berbeda dengan saya, suami saya cenderung lebih suka luar rumah maksudnya
berkebun, memelihara burung dan ikan. Dirumah kami ada semacam pembagian tidak
tertulis, untuk urusan didalam rumah itu saya yang milih, mengatur sedangkan
untuk taman, aquarium dan peliharaan itu tanggungjawab suami karena dia yang
memang suka memelihara hewan dan tumbuhan.
.
Allah Maha Adil untuk hambanya, kita diciptakan berpasang-pasangan dan saling
melengkapi satu sama lain. Saya cenderung emosional, suami sangat sabar. Saya
cerewet, suami pendiam. Saya kepo, maksudnya pembelajar, suami ngalir aja
santai. Saya suka ngerapihin dalam rumah, suami suka bercocok tanam dan
memelihara hewan. Dan seterusnya yang panjang banget kalau diuraikan. Intinya
selama ini alhamdulilah kita cocok dan saling mengingatkan, pun dengan Echa ini
sepertinya dia gabungan dari 2 sifat kami. Dia cerewet dan emosional kayak
saya, tapi kok juga santai kayak ayahnya. Passion juga gabungan dari kami
berdua, dia suka membaca kayak saya, tapi dia lebih seneng berenang kayak ayahnya
yang jago berenang.
.
Saya dan suami sama-sama perantau di Gresik, saya berasal dari Nganjuk
sedangkan suami dari Kediri. Kami membeli rumah sebelum menikah, memang sengaja
karena kami berdua kerja di Gresik dan gak mau mikir nanti tinggal dimana atau
kalo kontrak nanti males pindah-pindahnya. Dulu memutuskan membeli rumah di
perumahan yang kami tinggali karena jauh dari pabrik (Gresik banyak banget
pabriknya) , sekitar perumahan masih banyak sawah dan area masuk banyak pohon
jati sehingga terkesan adem. Kalau kata orangtua saya tiap mengunjungi rumah,
perumahan di kota rasa pedesaan. Kami memang tetap ingin menghirup udara segar
seperti masa kecil dulu, agar anak saya bisa bermain di sawah, melihat padi,
jagung dsb.
.
Setelah hampir 3 tahun tinggal di perumahan, dan rumah-rumahnya sudah
banyak yang ditempati alhamdulilah saya dan suami merasa nyaman dan tidak salah
pilih. Memang bentuknya perumahan, tetapi warganya seperti di kampung, akrab
dan bagaikan saudara satu sama lainnya, tidak apatis seperti bayangan saya dulu
tinggal di perumahan yang menyeramkan. Kebanyakan dari warga disini adalah
orangtua baru, sehingga anak-anaknya hampir seumuran. Bahkan, yang paling besar
itu baru smp, trs ada beberapa sd, banyak TK serta balita.
.
Jadi teman mainnya Echa dirumah itu banyak, satu gang ada 13 anak. Sehingga
Echa tidak kesulitan bersosialisasi dengan sebaya, seringnya malah kalau pagar
saya buka dia bisa main sendiri ke tetangga. Tapi, hal ini juga merupakan
tantangan buat keluarga kami, karena banyak orangtua yang membebaskan anaknya
bermain diluar rumah tanpa kenal waktu, bahkan sampai orangtuanya nyari di grup
WA anaknya main kerumah siapa. Pagi, siang, sore, habis magrib bahkan sampai
jam9 malam masih terdengar suara anak-anak berkeliaran. Buat kami, Echa punya
jam main sendiri yaitu pagi setelah mandi dan sarapan serta weekend pagi dan
sore. Saya benar-benar concern dengan periode sensitivitas keteraturan anak,
bahkan sampai saya buatkan jadwal harian untuk Echa, terdengar lebay tapi bagi
saya ini penting. Agar anak tahu dan terbiasa kapan waktunya dia mandi, makan,
tidur, bermain diluar, bermain didalam rumah, membaca buku dan lain-lain.
.
Selain itu, tantangan buat keluarga kami adalah tentang penghijauan, satu
gang saja yang rumahnya ada tamannya cuma 2 rumah, yaitu rumah saya dan
tetangga depan rumah. Rumah-rumah lainnya di perumahan rata-rata sudah
direnovasi full luas tanah untuk bangunan, sehingga tidak ada lagi resapan
tanah dan tanaman hijau.
.
Dari tantangan-tantangan ini, saya dan suami sudah memiliki beberapa
rencana project. Untuk anak-anak sekitar rumah, saya berencana membuat pojok
baca yang sekarang memang sudah ada tapi biasanya saya mengambilkan buku-buku
anak untuk mereka baca. Nanti kedepannya semoga pojok baca ini bisa didisplay
di ruang tamu untuk mereka membaca dengan leluasa (sekarang lemari masih
dikamar karena keterbatasan tempat dirumah). Dan suami berencana untuk membuat
taman susun, ini semacam bikin rak tanaman di pinggir-pinggir jalan sehingga
kita bisa menanam berbagai tanaman didalam pot. Atau, dalam jangka panjang pingin mempraktekkan lingkungan minim sampah, kalau sekarang kami sekeluarga masih dalam tahap belajar minim sampah.
.
Semoga potensi-potensi unik dalam keluarga kami bisa memberi manfaat untuk sekitar, saya memang jauh sekali dari sempurna, tapi setidaknya saya harus belajar lebih baik lagi.
.
.
.
cue_dil
150219
selesai tepat sebelum sholat jumat, weekend waktu dengan keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar